Januari 31, 2007 — introspeksidiri
Ini adalah kisah cinta paling setia sepanjang sejarah, tidak dapat dibandingankan dengan kisah Qais dan Laila dan tidak pula kisah Romeo dan Juliet, karena kisah ini tidak hanya berakhir dengan pernikahan yang dianggap sebagai puncak kreasi cinta anak manusia, cinta yang sebenarnya adalah yang berkesinambungan, walaupun salah satu dari dua insan itu sudah meninggal, maka kisah cinta yang paling agung adalah kisah cinta junjungan kita Muhammad saw kepada ibunda Khadîjah.. cinta yang luar biasa, terus berlanjut hingga ibunda Khadîjah meningalkan dunia yang fana ini.
Setelah
beliau meningal lebih kurang satu tahun, ada seorang perempuan yang
datang menemui Nabi saw, dia berkata kepadanya: Wahai Rasulullah, maukah
engkau menikah? Engkau mempunyai tujuh orang isteri dan kebutuhan yang
selalu bertambah, dialah yang akan melakukan semua itu.. harus menikah,
ini merupakan kebutuhan bagi laki-laki manapun, kalau tidaklah karena
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menikahi beberapa
orang isteri yang datang kepadanya setelah kepergian Khadîjah, niscaya
dia tidak akan menikah lagi.
Junjungan
kita ini menikah tidak seperti kebanyakan laki-laki, selain Khadîjah,
setelah itu dia menikah karena tuntutan misi dakwah, namun dia tidak
pernah melupakan Khadîjah untuk selama-lamanya, bahkan kisah kasihnya
tidak pernah pudar, walaupun dia meninggalkannya selama empat belas
tahun lebih dahulu.
Ketika
penaklukan Makkah, banyak orang yang mengelilingi Rasulullah saw, semua
orang Quraisy datang minta ma’af kepadanya, tiba-tiba saja beliau
melihat seorang nenek yang sudah sangat tua datang dan ingin bertemu
dengannya.. Rasulullah saw. meninggalkan rombongan manusia yang ada di
sekelilingnya dan berdiri menyambut kedatangan sang nenek, dia ajak
berbicara dan duduk disampingnya, melihat kejadian itu ‘Aisyah bertanya,
siapa gerangan nenek tua itu, dan Rasulullah saw meluangkan waktu dan
berbincang-bincang dengannya serta konsentrasi menghadapinya?
Rasulullah menjawab: “Ini adalah sahabat Khadîjah”.
‘Aisyah kembali bertanya: Apa yang engkau bicarakan dengannya Wahai Rasulullah?
Dia menjawab: “Kami membicakan hari-hari yang indah bersama Kahdîjah”.
Ketika
itu timbullah rasa cemburu dalam diri ‘Aisyah, lalu dia berkata: Apakah
engkau masih mengingat-ingat orang yang sudah tua dan sudah menjadi
tanah itu, sementara Allah telah memberikan ganti untuk engkau dengan
yang lebih baik?
Maka Nabi menjawab: “Demi
Allah, Allah tidak pernah menggantinya dengan seorang perempuan yang
lebih baik darinya.. dia banyak memberikan bantuan moral dan material,
dia melindungi aku, ketika penduduk Makkah ini mengusirku, dia
membenarkan aku ketika manusia mendustakan aku”.
‘Aisyah merasa bahwa Rasulullah agak marah, lalu dia berkata: Minta ampunkanlah aku kepada Allah wahai Rasulullah.
Maka Nabi menjawab: “Minta ampunkanlah bagi Khadîjah, baru aku akan memintakan ampun bagimu”. (HR. BUkhârî).